Me and Friends

Me and Friends
FOSMAN (Forum Scientist Muda Nasional)

Jumat, 30 Januari 2015

Unsur Pimpinan, tidak bekerja? Unsur Pelaksana, harus diberi komando?

Kini, aku mengerti makna dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana. Berawal dari sebuah perbincangan dengan teman-teman Menwa Pasopati UNY saat acara Pra Pendidikan Dasar, kini ku kembali merenungkan. Sungguh, selama ini aku salah pemikiran. Pernah merasa jengkel dan marah saat teman-teman melaksanakan tugasnya harus dengan pengarahanku, harus dikomando terlebih dahulu. Kepala rasanya mau pecah, hati ingin sekali berteriak. Dalam hati kuberkata “mengapa kalian tidak bisa jalan sendiri?”.
Saat menjadi staf di suatu organisasi, pernah ku berpikir “enak jadi ketua atau wakil ketua (komandan/wakil komandan), tidak ada proker”. Namun, saat berpikir demikian komandan menwa tahun sebelumnya berkata “komandan dan wadan memang diberi porsi yang sedikit dalam mengerjakan tugas, karena mereka lebih berat mikirnya”. Selanjutnya seorang temanku berkata “seorang pemimpin itu yang penting kuat pikirannya”.
Aku pun pernah mengalaminya. Kesabaran sangat dibutuhkan. Pikiran pun harus kuat. Aku mengerti, karena aku menjalani. Namun, disaat aku mendapatkan jawaban tentang kepemimpinan malah menuntut teman-teman untuk bisa mandiri tanpa harus diberi komando.
Jadi, dalam perbincangan dengan teman-teman Menwa seorang berkata “aku lebih suka menjadi unsur pelaksana daripada unsur pimpinan”. Lalu ada yang  menambahkan “aku juga, lebih suka melaksanakan perintah daripada menjadi unsur pimpinan. Karena unsur pimpinan cenderung menjadi konseptor”. Bahkan ada yang bercerita bahwa temanku pernah mengalami kebingungan saat akan menjalankan sebuah program kerja. Inilah perbincangan A, B, dan C.
“bagaimana proker baksos ini?”tanya A kebingungan
“Nggak tahu..”Jawab B
Sehingga C menyambung pembicaraan “Ya tanya koordinator kalian, kalian kan sebagai unsur pelaksana. Jadi nggak bisa jalan sendiri.”
Pernah mengalami saat-saat menjadi unsur pelaksana dan saat-saat menjadi unsur pimpinan. Bagaimana ringan pikiran saat menjadi unsur pelaksana. Bagaimana berat pikiran saat menjadi unsur pimpinan. Dari perbincangan itu, aku mengerti. Unsur pelaksana tidak bisa dipaksakan berjalan dengan sendirinya. Unsur pimpinan, harus senantiasa mengarahkan. Jadi, masing-masing penanggung jawab memiliki porsi. Nah, unsur pelaksana pun juga harus pengertian bahwa menjadi unsur pimpinan tidak semudah yang dibayangkan. Ia harus menjadi konseptor, dan ini tentu lebih sulit dibandingkan dengan melaksanankan tugas yang diberikan oleh pimpinan. Kalau unsur pimpinan tentu mengerti bagaimana rasanya menjadi unsur pelaksana, karena menjadi pemimpin pasti pernah merasakan dipimpin.
Menjadi unsur pimpinan, tanggunjawabnya paling besar. Teringat dengan perkataan temanku “Koordinator memang tidak bekerja, tapi saat staf-nya belum menyelesaikan pekerjaannya tetap saja koordinator yang menyelesaikannya”. Dari pernyataan tersebut kita memandang bahwa pimpinan itu paling besar tanggungjawabnya, bukan sebagai pekerja.
Beruntunglah bagi kalian semua yang pernah menjalani sebagai unsur pimpinan ataupun yang sedang dalam proses belajar. Semua ini akan memberikanmu banyak hal dan tentunya tidak akan sia-sia. Mungkin dalam pelaksanaannya di suatu titik pasti akan merasa ingin berteriak, karena tak kuat dalam pikirannya. Namun itu hanya sementara. Itulah proses untuk menaikkan mental dan kualitas diri.

@NurulMustafaa

Minggu, 30 November 2014

Rumahku, Rumahmu juga

Widya Castrena Dharma Siddha, itulah semboyan dari Resimen Mahasiswa (MENWA). Semboyan ini berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya Penyempurnaan pengabdian dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan”. Ada hal yang berbeda setalah saya bergabung dengan Menwa. Jadi kekeluargaan disini sangat tinggi. Hubungan dengan alumni dan satuan Menwa lainnya.
Pengalamanku saat di Universitas Indonesia dalam rangka Konferensi Ilmuan Muda Indonesia (KIMI) selama 1 minggu (senin-sabtu) pada September 2013, saya mengunjungi Markas Menwa Wira Makara. Wah, saya langsung disambut hangat oleh anak-anak Menwa disana. Saat bermain di markas Menwa UI, rasanya seperti Studi Banding. Jadi, saya aktif di dua Organisasi nih KSI MIST (Organisasi Penelitian) dan Menwa. Berbincang-bincang, membicarakan kegiatan yang dilakukan masing-masing satuan. Waktu itu, saya ditemani oleh Bu Ria (wakil komandan Menwa UI). Ohya, saya tidak sendiri lho, saya ditemani oleh adik kecilku di Menwa namanya Kinta. Kadang-kadang, kangen sama itu anak. Merasa bersalah juga kalau sering saya tinggal-tinggal. “maafkan ibu ya naaak....”
“Rumahku, Rumahmu juga” inilah Menwa. Satu Markas satuan adalah Markas bersama Menwa Indonesia. Dua hari yang lalu, saya menuju Bank guna membayarkan administrasi dalam acara Young Enterpreneur Training (YET 2015) Januari mendatang. Di tengah-tengah perjalanan hujan turun dengan derasnya, sebelnya tidak membawa jas hujan. Saya bersama temanku, Rita berteduh di depan Institut Pertanian Yogyakarta (Instiper). Kebetulan, pada waktu itu berdekatan dengan Markas Menwa Instiper. Selang beberapa menit, anak Menwa yang pada saat itu piket memanggil kami untuk berteduh di Markasnya. Saya dan temanku dengan senang hati untuk berteduh di Markasnya. Terjadi perbincangan dan perkenalan diantara kita...
“Pak, piket sendirian?”Tanyaku
“Ow..tidak. Nanti teman saya datang.”jawabnya
“Bapak Yudha berapa?”tanyaku
Ia tersenyum dan balik tanya padaku “Ibu Menwa juga?”
“Ya, saya Menwa.”Jawabku sambil tersenyum
Setelah itu bertanya kembali dengan wajah keingintahuan “Menwa mana bu? UPN?”
“Bukan, Menwa UNY.”jawabku dengan santai
“Kalau saya Yudha XXXVII.”Menjawab pertanyaan awalku
“Owh, kalau saya Yudha XXXV.”Kataku memberi tahu
Setelah kami berkenalan antar Menwa, lanjut perkenalan nama. Jadi, ia bernama Heri asal Flores. Setelah kami berkenalan nama, ia berkata “Kenapa tadi ibu tidak langsung masuk kesini (Markas)? Inikan rumah ibu juga.”
Ya, begitulah. Dulu, waktu saya menjadi Finalis di UI dan mengunjungi markas Menwa UI baru terpikirkan mengenai hal ini. Padahal, kalau saya mau menginap di Markas Menwa UI pasti diperbolehkan. Kalau saja saya langsung menghubungi teman-teman Menwa UI saya bisa hemat biaya penginapan, haha. Tapi jujur ya, niat utama bukan untuk menghemat, tapi menjalin silaturahim antar satuan. Senang banget rasanya. Sambil menyelam minum air. Menjadi Finalis dalam Event lomba menulis (essay, LKTI, artikel, dll) dan silaturahim ke Menwa Indonesia.

Ini sebagian dokumentasi pada saat aku berkunjung ke Menwa Universitas Indonesia, Jakarta.
Ruang Tamu Menwa Wira Makara, UI. Bersama Wadan Ria.

Foto bersama Menwa Wira Makara setelah penurunan Bendera. Jadi, saya dan Kinta ikut serta dalam penurunan Bendera.

Foto bersama di depan tulisan Markas Komando (MAKO) Menwa Wira Makara.

Kamis, 27 November 2014

Tim Amazing Agriculture

(Personil Amazing Agriculture)

Bismillah, sebentar lagi ke Makassar. Aamiin... semoga Lancar Yaa Allaah. Hmm, sebenarnya masih lama sih, masih Januari 2015. Tidak menyangka, essay yang aku buat bisa lolos. Ini lah keberuntungan dan do’a dari orang tua. Alhamdulillah, Allaah memberi kesempatan ini pada ku dan ketiga temanku Rita Suryani, Ratna Widyasari, dan Mariana Ramelan.

Pada saat pendaftaran online aku  pun bingung mau memberi nama apa. Langsung saja Amazing Agriculture, karena aku sangat menyukai Pertanian. Mimpi besarku, ingin mendirikan Pertanian Dahsyat yang nantinya akan mencetak kader-kader pendamping petani. Semoga Allaah Ridho, aamiin Yaa Allaah....


Emosi

Ingin ku habiskan malam ini dengan menulis. Ingin kuluapkan seluruh emosi yang ada. Marah, dendam, semuanya. Saat ini aku membenci sesuatu. Saat ini aku menyaksikan apa yang tidak aku suka. Semuanya aku limpahkan dengan ketikan.
Mendengarkan lagu tentang mimpi. Mimpi. Mimpi. Aku ingin berteriak dan aku tidak akan berhenti disini. Sebentar lagi aku akan ke Makassar. Selang beberapa bulan, aku akan ke Australia menemui temanku Morgan. Yaaah, aku ingin menemui dia kesana. Awal ku menemui pada saat di Singapura tepatnya di Merlion. Ya ya ya... Morgan, semoga dia tak lupa denganku.....


Guncangan Jiwa

Menulis, teruslah menulis. Kalau tak bisa menulis dan tak ingin menulis, paksakan untuk menulis. Menulis itu nikmat kok. Menulis itu bisa meluapkan segala emosi yang ada di pikiran kita. Tetap tersenyum. Tersenyumlah.
Cintailah orang-orang yang ada disekitarmu. Luapkanlah segala emosi yang ada. Raih semua mimpimu. Saya yakin, semua orang mempunyai keinginan, apapun itu. Segalanya yang baik, pasti hasilnya akan baik.
Disini aku tersenyum. Menyaksikan apa yang ada dihadapanku. Yaah, dihadapanku. Anak-anak KSI-MIST, tak sabar inginku bertemu dengan kalian. Tak sabar aku ingin melihat wajah cerah kalian. Kalian-kalian semua, anak-anakku yang sangat aku sayangi. Aku sayang kalian. Aku rindu kalian. Aku mencintai kalian.

Kejarlah cita-citamu. Kejarlah semua mimpimu...

Senin, 17 November 2014

Pendampingan Petani di Daerah Nomporejo, Galur, Kulon Progo

Desa Nomporejo merupakan desa yang sangat berpotensi untuk pertanian jika dilihat dari penggunaan lahannya yang sebagian besar digunakan untuk lahan persawahan. Hambatan yang kerap dialami dalam bercocok tanam adalah serangan hama tanaman seperti wereng dan keong. Sehingga petani melakukan penyemprotan dengan pestisida yang berdampak pada menurunnya kualitas tanah. Sampai saat ini, upaya perbaikan hanya terfokus pada usaha fisik (pencangkulan dan pembajakan) dan kimia (penampahan pupuk dan pestisida). Dengan kata lain, tidak banyak petani yang berupaya untuk memperbaiki kesuburan lahannya secara biologis. Salah satu upaya dari tindak biologis tersebut dapat ditempuh dengan menambahkan mikroba bermanfaat. Dalam kesempatan ini, Mahasiswa FMIPA dan FIP dari Universitas Negeri Yogyakarta mendapat dukungan dari dikti untuk mengadakan program perbaikan tanah dengan konsep Healthy Field, Increase My Rice.
Healthy Field, Increase My Rice  (HFIMR) merupakan Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM-M) yang diusulkan oleh Nurul Hidayah, Mohamad Fajar Hariadi, Ratna Widyasari (Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA), Fatma Pratiwi, dan Reza Rivano (Jurusan PGSD FIP) dengan dosen pembimbing Evy Yulianti, M.Sc. Program ini berupa pendampingan kelompok binatani yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman petani mengenai pengelolaan lahan melalui mikroba di desa Nomporejo, Galur, Kulon Progo, Yogyakarta.
Program HFIMR, juga menjalin kerjasama dengan BP3K kecamatan Galur, masyarakat daerah pelaksanaan, dan CV Sentra Chiptani Makmur. Adapun alur pelaksanaan program HFIMR yaitu 1) Seminar Program Healthy Field Increase My Rice; 2) Cek pH; 3) Penambahan C-Organik; 4) Penambahan Mikroba Bermanfaat; 5) Penge-cekan perakaran dan pertumbuhan tanaman padi dan pendampingan mengatasi penyakit serta hama pada tanaman; dan 6) Pendampingan Masa Panen.
Program pendampingan petani ini, telah berjalan hingga tahap masa panen. Nurul sebagai ketua pelaksana program menuturkan “Program ini bertujuan untuk mengkondisikan sawah menjadi sehat dalam arti mempunyai keseimbangan antara fisik, kimia, dan biologis, sehingga kesempatan untuk produktivitas dapat meningkat”.
Program yang dilaksanakan sejak Januari 2014 ini berjalan dengan lancar dari seminar program hingga masa panen pada 17 Mei 2014. Terdapat perbedaan hasil panen dari masing-masing petani. Pada sawah milik petani yang diberi pendampingan dan juga aplikasi mikroba menghasilkan gabah 4 ons lebih banyak dibandingkan dengan sawah yang tidak diberi aplikasi mikroba, yaitu 7,5 kg per ubin (2,5m x 2,5m).”
Sebagai koordinator lapangan, Reza menambahkan “dengan adanya program pendampingan ini, diharapkan petani dapat lebih bijak dalam pengelolaan lahan, sehingga produktivitas meningkat tanpa merusak kualitas tanah.” Untuk keberlanjutan program  Healthy Field Increase My Rice, telah dibentuk suatu kepengurusan yang terdiri dari petani di kelompok Binatani VI, Nomporejo, Galur, Kulon Progo.


Sabtu, 11 Oktober 2014

Ungkapan Jujur dari Seorang Mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Biologi

Foto 1 - Pak Ratno

Teringat saat kunjungan ke kelompok Tani di Desa Dlingo, Bantul pada rangkaian acara Baksos FOSMAN (Forum Scientist Muda Nasional) 11 Oktober 2014. Entah sadar atau tidak saya sempat keceplosan. Lupa telah berkata apa. Kata teman yang duduk di sampingku saya telah berteriak. Intinya bapak kelompok Tani berkata bahwa anak muda zaman sekarang tidak suka bertani, lalu saya mengatakan saya suka dengan pertanian. Ya, intinya seperti itu.

Lalu bagaimana untuk menumbuhkan minat pemuda dalam menggeluti dunia pertanian?

Ini adalah ungkapan jujur dari seorang mahasiswa UNY prodi Pendidikan Biologi ANGKATAN 2011. (agak sensi dengan kata angkatan :D)

Dulu, saya sangat tidak menyukai pertanian namun menyukai suasana persawahan. Anggapanku bahwa pertanian itu tidaklah penting. Menjadi petani apalagi. Hasil untung-untungan (kadang untung kadang rugi) dan bekerja di bawah terik matahari. Pemikiranku bahwa lebih baik jadi PNS, karena pendapatannya jelas. Pernah mengatakan hal ini pada seorang kawan yang mempunyai cita-cita menjadi petani “jadi petani tu ada kemungkinan untuk gagal panen, lebih baik jadi PNS saja. jelas gaji-nya”. Ia menjawab “Kalau tidak ada petani, orang-orang kelaparan”. Setelah ia menjawab demikian, saya diam saja. karena memang benar adanya. Kita tidak akan makan, jika tidak ada petani. Namun, karena belum sadar akan hal itu, emm tetap saja cuek.

Sampai saya bertemu dengan Ir. Ratno Soetjiptadie, Ph.D atau biasa disapa dengan Pak Ratno tepat pada tanggal 12 Agustus 2013. Beliau adalah Direktur Pengembangan FAO (Food and Agriculture Organization). Beliau menyadarkan kepada saya, bahwa pertanian itu sangatlah penting. Permasalahan pertanian di Indonesia sangatlah kompleks. dari pertemuan ini lah saya berubah dari orang yang cuek dengan pertanian menjadi orang yang ingin mendalami pertanian.

Pada dasarnya, permasalahan muncul berawal dari tanah. Kalau tanaman bermasalah, pasti tanahnya juga bermasalah. Kesalahan mendasar yang sering dilakukan oleh para petani juga mengundang permasalahan pada tanaman. Pembuatan pupuk kandang (kotoran hewan terkadang bercampur dengan urine sapi), pemilihan pupuk (NPK harus seimbang), cara pemupukan, pemilihan  bibit, cara penanaman, jarak tanam, huaaaaahhhh masih buanyak lagi. Itu hanya hal-hal kecil yang banyak dari kalangan petani belum mengetahuinya. Yaaa, hal-hal kecil yang sangat mendasar dan sangat menentukan pada produktivitas dan tentunya keadaan tanahnya. Apakah hanya karena hal-hal kecil itu petani harus gagal panen dan rugi? Setelah rugi, apakah petani harus menjual lahannya? Setelah menjual lahannya, petani mendapatkan pekerjaan lain dengan gaji yang pasti dan tentu meningkatkan kesejahteraannya? Terus siapa yang jadi petani? Terus siapa yang menanam padi? Terus rakyat Indonesia mau makan apa? harus import dari negara lain? Malu lah, Indonesia kan negara Agraris !!!

Singkat cerita saja. sebenarnya kalau dijabarkan terlalu panjang dan akan menghabiskan berlembar-lembar halaman. Hahaha....

Sampai saat ini, saya masih berpedoman dari satu konsep yaitu pada Surat Al-A’raaf ayat 58 yang artinya “dan dari tanah yang subur dihasilkan tetanaman yang produktif dengan izin Allah, dan dari tanah yang tidak subur tidak dihasilkan kecuali dengan payah”. So, bagus tidaknya tanaman, semua berasal dari faktor tanah.

@HFIMR
Salam Pertanian Dahsayat Indonesia!!!