Me and Friends

Me and Friends
FOSMAN (Forum Scientist Muda Nasional)

Selasa, 19 Agustus 2014

CERITA DI BALIK TRAVEL “D7566EJ” JURUSAN BANDUNG


Pertama kali yang kupikirkan saat duduk di travel dengan plat nomor D 7566 EJ adalah “waah.. pasti yang duduk di depanku ada anak kecil”. Saya kira wajar berpikir seperti itu. Karena di kursi paling depan ada boneka panda. Tapi, ternyata oh ternyata “uuupzzz” salah sangka. Saat mereka datang dari minimarket “seeeet…(menoleh ke arah luar travel)” kulihat siapa yang datang “aw..aw…aw…” aku pun terkejut dan sedikit merasa takut karena penampilan salah satu dari dua orang itu menyeramkan. Bayangkan saja, perempuan gendut dengan tinggi sekitar 150-an memakai celana pendek dan berbaju ketat bersama satu orang laki-laki dengan tinggi sekitar 160-an kecil dengan dandanan seperti “rockerstar”, rambut disemir pirang, dan memakai tindikan.
Aku berkata dalam hati “hmm…tidak mungkin mereka jahat, pasti mereka berpacaran”. Sesaat kemudian ada seorang perempuan membuka pintu travel bagian paling belakang. Lalu si pirang berkata “eh..bukannya kamu duduknya di nomor dua yah??”. Saat ku mendengar suaranya, “glekkk (menelan ludah),,, jadi, itu anak perempuan?? Astaga..!!!”.
Ia (si Pirang) pun membukakan pintu untuk perempuan itu. Sekilas ia melihatku dan tersenyum kepadaku, aku pun berbalik senyum kepadanya sambil berpikir “wah..ternyata dia anak baik-baik ya..”.
Setelah semua masuk, pak sopir segera membawa kami menuju Bandung dan tidak lupa untuk menjemput penumpang lainnya. Di dalam travel, si pirang itu telepooooon. . . .terus. Kalau tidak telepon, ngobrol sama pak sopir. Kelakuannya, benar-benar seperti laki-laki. Dari cara dia berbicara sampai merokok. Tapi suaranya itu lho..tetap saja perempuan, tidak bisa di ganggu gugat.
Di tengah perjalanan, kami makan malam di salah satu rumah makan Kebumen. Aku pun makan bersama teman sebelahku, mbak Diana. Beliau mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII), 2009. Si pirang pun makan malam bersama temannya pula. Saat berjalan dan tidak sengaja berpapasan, ia pun kembali tersenyum padaku, aku pun juga berbalik senyum.
Temannya berkata “ciee…”
Si Pirang membalas “Udahlah…nggak usah rempong !!”
Mendengar itu semua, langsung terlintas dalam benakku “Apaaa??? Jangan-jangan aku dikira suka sama si Pirang?? Haduuuh…maaf yaa… aku tahu kalau dia tu perempuan”.
Setelah makan malam, kami pun segera melanjutkan perjalanan. Dari sebelum masuk travel, dan sesudahnya si Pirang masiiiih saja telepon. Aku sampai berpikir “Ini anak telepon melulu, emank ngomongin apa sih??”
Teman si Pirang berkata “Kamu ribut sama pacar kamu ya??”
Si Pirang tidak menjawab, ia tetap melanjutkan percakapannya. Dalam obrolannya itu ia sering mengucapkan kata “sayang”. Aku pun geli mendengarnya, anak tomboy seperti dia, memanggil pacarnya dengan sebutan “sayang”. Tapi, entah kenapa aku jadi curiga. Setelah ku mendengar suara orang di balik telepon tersebut, “Astagaaaa !!! Itu suara perempuan !!! Jadi. . . .pacarnya itu perempuan???”, “wah, pacarnya tahu nggak ya, kalau dia itu juga perempuan?? Kalau tidak tahu, kasian donk.
Aku kembali mendengarkan dialognya. Ternyata permasalahannya adalah “selingkuh”, karena si Pirang sering mengucapkan kata-kata itu “Wah. . . si Pirang dituduh selingkuh”.
Sampai ke puncak permasalahan si Pirang berkata “Yank, aku tu nggak selingkuh. Aku tu masih sayang sama kamu”.
“Nggak, aku nggak percaya. Lah, kamu ngapain telpon-telponan sama si Ayu??”kata pacar Pirang
“Enggak yank. Dengar ya!! Besok kalau aku masih kembali ke Jogja, berarti aku masih sayang sama kamu.”kata Si Pirang
Selanjutnya, aku tidak tahu apa yang dikatakan pacarnya. Lalu si Pirang menjawab “Kamu kok nuduh aku selingkuh terus? Yasudah, kalau kamu nuduh seperti itu jangan salahkan aku kalau nanti benar-benar selingkuh. (sambil memotong pembicaraan) Benar ya..jangan salahkan aku kalau nanti beneran selingkuh..”
è “Waduuuh…berarti kalau si Pirang selingkuh, selingkuhnya sama perempuan. Emank ada yang mau ya??”
Dialog pun tetap berlanjut. Si Pirang kembali berkata “Apa hubungan kita mau disudahi saja sampai disini???”.
è Waduuuh..dia mau putus???
Tanpa ku tahu apa yang dikatakan oleh pacar si pirang, ia pun tiba-tiba berkata “Apapun itu. . . apapun akan aku buktikan ke kamu”.
è Apa??? Apapun akan dibuktikan??
è Waaah…kalau dia minta bukti kalau kamu laki-laki bagaimana?? Hmm,, kalau tidak terbukti, pasti nanti pacarnya shock…

Setelah sampai di tempat tujuan, aku menceritakan hal itu kepada saudaraku. Sampai-sampai, berpikiran yang macem-macam. “pacarnya tahu gak yaa, kalau dia perempuan atau jangan-jangan dia sudah tahu dan memang saling suka??”, “kalau misal dia tinggal di Jogja, dia kostnya di kost pria atau wanita ya?? Penampilannya kan pria, tapi. . . dia tetap wanita”. #hadeeeehh….

Minggu, 17 Agustus 2014

Sekedar Meluapkan Rekam Pikirku Terhadap Pertanian

Dulu, aku pernah protes saat banyak menjumpai daerah sekitar rumahku yang lahan-lahan pertanian dijual dan didirikan perumahan-perumahan. Pernah berkata demikian “apa mereka tidak berpikir, kalau lahan-lahan pertanian dijual lalu didirikan perumahan maka daerah resapan airnya akan berkurang dan produksi pangan menurun.” Disamping itu, aku juga tidak peduli dengan pertanian. Pernah bertanya pada salah seorang temanku tentang cita-citanya dan ia menjawab menjadi seorang petani seperti ayah dan ibunya. Selanjutnya aku menjawab “ha? Jadi petani? Cuma nanam padi doank di sawah. Kalau kena hama, nanti rugi. Lebih aman jadi PNS, dapat gaji.”

Sampai saat ini, aku masih banyak menjumpai orang-orang yang protes dengan lahan-lahan pertanian yang saat ini didirikan perumahan terlebih dikalangan anak muda. Sebagai contoh kelasku pada saat kuliah Ilmu Lingkungan. Sebagai mahasiswa tentu harus kritis dengan keadaan lingkungan. Waw, pada saat diskusi sungguh teman-teman sangat kritis tentang hal tersebut. Mereka mengerti bagaimana tatacara pembangunan berkelanjutan. Mereka juga memahami permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia hingga cara penyelesaiannya. Tidak tanggung-tanggung, sampai memberi saran pada Pemerintah dengan mengatakan “Seharusnya Pemerintah.......”

Itulah keadaan kelasku. Disini, saya berpikir “Diskusi ini untuk apa?” kalau hanya sekedar mengkritisi, apakah berguna untuk membangun bangsa? Sedangkan masukan-masukan untuk membangun negeri hanya terkunci dikelas tersebut.

Oya, aku tinggal di suatu perumahan daerah Kalasan Sleman Yogyakarta. Perumahan tersebut adalah bekas perkebunan tebu. Aku mengira, dahulu disana luas sekali akan perkebunan tebunya. Pernah bertanya-tanya masalah tebu. Dari sini kudapatkan info bahwa perkebunan tebu itu risiko kegagalannya relatif tinggi. Karena, tebu masa tanamnya mencapai 1 tahun. Kalau daerah sekitar rumahku, pengairannya hanya mengandalkan hujan. Mungkin ini targetku selanjutnya setelah bertani padi. Hmm kira-kira petualangan apa lagi ya? hahaha

Kembali ke topik pembicaraan. Walau dari awal belum kutentukan topik pembicaraan, namun telah kutuliskan tentang lahan pertanian yang dijual. Yah, kini kumengerti pentingnya pertanian bagi kehidupan makhluk di dunia ini, terutama bagi manusia.

Mengapa banyak lahan pertanian Indonesia yang dijual oleh para petani?

Jika anda termasuk orang yang mempertanyakan tentang hal ini dan merupakan orang yang protes kepada para petani yang menjual lahannya, STOP! Jangan dulu menyalahkan petani, namun cari dulu penyebabnya. Dari sosialisasi yang kudapatkan, petani banyak yang menjual lahan pertaniannya disebabkan karena rugi. Ya, R-U-G-I. Anggapan kebanyakan orang memang benar bahwa “Petani itu untung-untungan”. Kadang untung, kadang rugi. Jika rugi lebih sering dialami petani daripada untung, kukira wajar kalau petani banyak yang menjual lahannya. Setelah menjual lahannya, mencari pekerjaan lain yang mungkin akan memberikan gaji yang lebih tinggi. Dengan gaji yang lebih tinggi, maka kesejahteraan akan meningkat. Lantas, apakah petani tidak memikirkan masyarakat Indonesia yang sebagian besar mengonsumsi beras sebagai makanan pokok? Mungkin, lebih baik jika pertanyaannya dibalik. Apakah masyarakat dan pemerintah memikirkan kesejahteraan petani? Nah, adil bukan?

Dapat dikatakan bahwa petani itu butuh dampingan. Mengapa demikian? Petani telah ahli dalam kegiatan di lahan pertanian. Oleh karena itu, petani didampingi dalam segi keilmuannya. Sedikit bercerita tentang pendampingan pertanian di desa Nomporejo, Galur, Kulon Progo.

Petani di desa Nomporejo sangat antusias dalam menyambut orang yang datang untuk memberikan ilmu pertanian. Dulu pernah dari BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) mendatangi desa tersebut untuk memberikan Penyuluhan. Namun, terdapat keluhan dari para petani, karena setelah diberi penyuluhan tidak ada tindak lanjut dari pihak BP3K. Nah, hal itu berarti Petani sangat membutuhkan ilmu dan pendampingan secara berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Dari keluhan tersebut, TIM Healthy Field Increase My Rice menuai gagasan untuk memberikan pendampingan pertanian pada masyarakat desa Nomporejo. Selain antusiasme dari masyarakat petani, latar belakang dari program pendampingan ini yaitu petani desa Nomporejo belum menerapkan pengelolaan lahan secara biologis (melalui mikroba). Ya, memang jarang sekali dari kalangan petani yang mengelola lahannya secara biologis. Padahal, tanah yang sehat adalah tanah yang seimbang antara aspek kimia, fisika, dan biologi. Hal yang sering dilakukan oleh petani yaitu pengelolaan lahan secara kimia dan fisika. Secara kimia, petani biasa menggunakan pupuk untuk membuat tanaman agar penampilannya lebih bagus. Mengapa aku berkata demikian? Misalnya saja pupuk urea. Pupuk yang diprimadonakan oleh petani ini menyebabkan daun menjadi hijau terang (tidak alami). Petani suka dengan ini dengan anggapan bahwa hijaunya daun padi menandakan kesuburan tanaman. Begitu juga dengan tikus. Binatang ini, sangat tertarik dengan warna hijau daun padi. Hmm, apalagi setelah hewan ini mendatangi tanamannya, batangnya empuk. Wah, pastinya tikus-tikus pada menikmatinya. Secara fisika, petani biasanya melakukan pembajakan atau drainase. Hal ini dilakukan untuk menggemburkan tanah.

Kalau kesuburan tanah harus memperhatikan 3 aspek yaitu secara kimia, fisika, dan biologi berarti pengelolaannya pun harus dengan memperhatikan antara 3 aspek tersebut. Jika tidak, maka keadaannya tidak akan seimbang. Banyak sekali kasus yang ditemukan terkait dengan tanaman padi. Adanya serangan hama tikus, wereng, dan keong mas. Hama bukanlah bala dari Tuhan, seperti yang diketahui oleh kebanyakan orang. Namun, hama datang karena kesalahan pengelolaan lahan. Telah diterangkan pada paragraf sebelumnya bahwa hama tikus karena tertarik dengan warna daun hijau terang dan batang yang empuk. Hama wereng, datang karena adanya bau busuk. Bau busuk disebabkan oleh apa? ada dua kemungkinan yang menyebabkan bau busuk pada batang atau akar tanaman padi. Kemungkinan pertama disebabkan oleh terendamnya batang padi yang dalam waktu lama akan menyebabkan bau busuk. Mengapa terendam? Hal ini disebabkan oleh tanah yang bantat. Hal ini menyebabkan air tidak dapat terserap dalam tanah dan akhirnya akan menggenangi batang padi. Kemungkinan kedua disebabkan dengan penyemprotan pupuk cair yang salah. Penyemprotan seharusnya dilakukan dengan sistem U. Penyemprotan, harus dari bawah daun (kalau bisa, masuk melalui stomata). Mengapa tidak dari atas daun yang banyak dilakukan oleh kebanyakan petani? Kalau dari atas daun, pupuk cair kemungkinan besar akan mengalir ke pangkal daun (bukan masuk ke dalam tanah untuk diserap oleh akar). Lama-lama akan menyebabkan kebusukan pada tanaman tersebut. Hama keong mas, datang karena saat ini sudah sangat jarang ada tanaman pisang yang di pinggir lahan persawahan. Dengan kata lain, jika ada tanaman pisang maka hama keong mas akan berkumpul mendatangi debog pisang.

Kasus selanjutnya yaitu terjadinya penurunan produktivitas karena banyaknya bulir padi yang kosong. Hal ini disebabkan oleh adanya hama yang menyerap nitrogen (N) pada tanaman. Penyebab yang lainnya adalah kurangnya nutrisi pada tanah dan dekomposer yang merombak bahan organik menjadi bahan anorganik. Hal ini juga disebabkan oleh pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Pemberian yang berlebihan ini menyebabkan binatang-binatang bermanfaat pada tanah menangis dan akhirnya mati. Akibatnya berimbas pada ketersediaan nutrisi pada tanah.

Dari kasus yang ada, tentu tidak sepenuhnya petani bersalah. Justru kita yang seharusnya berjuang. Belajar dan terus belajar. Menguasai ilmu pertanian, dan mentransfer ilmu tersebut kepada para petani sekaligus belajar untuk diri kita sendiri. Belajar di lapangan dan merasakan bagaimana perjuangan petani untuk menghasilkan satu butir beras. Belajar bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Belajar mencintai bangsa Indonesia, agar tidak selamanya kita terjajah.

Semangat dan tetap semangat. Lelah itu pasti, namun senyum petani itu lebih berarti. Berarti untuk Indonesia dalam mewujudkan yang Negara yang Berdikari. Berarti untuk kita semua. Tersenyumlah ^_^ kita pasti bisa !

Kau berbakti untuk negeri
Tak kau hiraukan panas terik matahari
Perjuanganmu untuk bangsa ini
Wahai Petani

Kaulah pahlawan yang tak dikenal
Namun kau tetap semangat untuk berjuang
Jasamu sungguh luar biasa

Untuk Indonesia tercinta

14 Agustus 2014 (09.24)
ttd
@NurulMustafaa

Jumat, 15 Agustus 2014

Tulisan 11 April 2013

Kita hidup dibawah satu naungan matahari. Ia senantiasa menghangatkan kita dalam segala keadaan. Saat kita ditinggalkan, ada bulan yang menggantikannya. Ia bernyanyi, bersenandung menina bobokan kita dan mengantarkan sampai ke dunia mimpi. Bintang pun mengiringi dengan tarian indahnya. Mengapa?? Mengapa kita harus bertengkar dengan perbedaan yang kita miliki?? Kita sama-sama hidup di dalam anugerah-Nya, kita sama-sama hidup di dalam lindungan-Nya, dan kita hidup di dalam tempat yang sama.
Bumi. Ya, tempat kita berpijak. Ia tidak pernah mengeluh, berapa berat beban yang harus ia tampung. Bahkan kita tidak pernah tahu bahwa bumi selalu menangis karena ulah yang kita lakukan. Kita tidak pernah sadar bahwa kita selalu melukainya. Menebang pohon seenaknya, menangkap ikan dengan leluasanya, mencemari habitat makhluk lain, tanpa kita memikirkan nasib mereka. Kita hanya memikirkan diri kita sendiri. Seharusnya kita tahu, bahwa langkah itu akan berdampak pada diri kita.
Kini aku melangkah, menelusuri dunia yang masih kelam. Kudengar canda tawa anak-anak yang berbahagia bersama orangtuanya. Kicauan burung pun membersamainya. Kurasakan betapa nyamannya tempat ini yang jauh dari keramaian. Kuhirup udara sejuk disertai tiupan angin sepoi-sepoi yang membisikkanku dengan teramat sangat ramah.
Semakin lama aku melangkah kurasakan semakin kerasnya jalan yang kutapaki ini. Dunia ini tidak lagi sepi. Semakin banyak kata yang belum ada dalam kamus nervosumku. Banyak suara klakson yang mengiringi perjalananku. Terkadang kudengar teriakan yang selanjutnya akan disusul dengan suara ambulan. Terkadang ada suara tangisan bayi. Oh..betapa pedihnya hati ini, saat ku tahu itu anak yang dibuang. Yaah..bayi..bayi, aku tak bisa membayangkan jika aku yang telah berumur dua puluh tahun berada di dalam penampung barang yang sudah tidak dibutuhkan lagi.
Aku kembali melangkah, entah mau kemana kedua kakiku ini akan menuju. Dalam perjalanan ini, semakin banyak hal-hal aneh yang aku temui. Semakin jauh, semakin aku tidak mengerti. Ku ingin terus menelusuri ruang ini entah sampai kapan aku akan puas dengan apa yang aku rasakan.......