Foto 1 - Pak Ratno
Teringat saat kunjungan ke
kelompok Tani di Desa Dlingo, Bantul pada rangkaian acara Baksos FOSMAN (Forum
Scientist Muda Nasional) 11 Oktober 2014. Entah sadar atau tidak saya sempat
keceplosan. Lupa telah berkata apa. Kata teman yang duduk di sampingku saya
telah berteriak. Intinya bapak kelompok Tani berkata bahwa anak muda zaman
sekarang tidak suka bertani, lalu saya mengatakan saya suka dengan pertanian.
Ya, intinya seperti itu.
Lalu bagaimana untuk menumbuhkan
minat pemuda dalam menggeluti dunia pertanian?
Ini adalah ungkapan jujur dari
seorang mahasiswa UNY prodi Pendidikan Biologi ANGKATAN 2011. (agak sensi
dengan kata angkatan :D)
Dulu, saya sangat tidak menyukai
pertanian namun menyukai suasana persawahan. Anggapanku bahwa pertanian itu
tidaklah penting. Menjadi petani apalagi. Hasil untung-untungan (kadang untung
kadang rugi) dan bekerja di bawah terik matahari. Pemikiranku bahwa lebih baik
jadi PNS, karena pendapatannya jelas. Pernah mengatakan hal ini pada seorang
kawan yang mempunyai cita-cita menjadi petani “jadi petani tu ada kemungkinan untuk gagal panen, lebih baik jadi PNS
saja. jelas gaji-nya”. Ia menjawab “Kalau
tidak ada petani, orang-orang kelaparan”. Setelah ia menjawab demikian,
saya diam saja. karena memang benar adanya. Kita
tidak akan makan, jika tidak ada petani. Namun, karena belum sadar akan hal
itu, emm tetap saja cuek.
Sampai saya bertemu dengan Ir.
Ratno Soetjiptadie, Ph.D atau biasa disapa dengan Pak Ratno tepat pada tanggal
12 Agustus 2013. Beliau adalah Direktur Pengembangan FAO (Food and Agriculture Organization). Beliau menyadarkan kepada saya,
bahwa pertanian itu sangatlah penting. Permasalahan pertanian di Indonesia
sangatlah kompleks. dari pertemuan ini lah saya berubah dari orang yang cuek dengan pertanian menjadi orang yang ingin mendalami pertanian.
Pada dasarnya, permasalahan
muncul berawal dari tanah. Kalau tanaman bermasalah, pasti tanahnya juga
bermasalah. Kesalahan mendasar yang sering dilakukan oleh para petani juga
mengundang permasalahan pada tanaman. Pembuatan pupuk kandang (kotoran hewan
terkadang bercampur dengan urine sapi), pemilihan pupuk (NPK harus seimbang),
cara pemupukan, pemilihan bibit, cara
penanaman, jarak tanam, huaaaaahhhh masih buanyak lagi. Itu hanya hal-hal kecil
yang banyak dari kalangan petani belum mengetahuinya. Yaaa, hal-hal kecil yang
sangat mendasar dan sangat menentukan pada produktivitas dan tentunya keadaan
tanahnya. Apakah hanya karena hal-hal kecil itu petani harus gagal panen dan
rugi? Setelah rugi, apakah petani harus menjual lahannya? Setelah menjual
lahannya, petani mendapatkan pekerjaan lain dengan gaji yang pasti dan tentu
meningkatkan kesejahteraannya? Terus siapa yang jadi petani? Terus siapa yang menanam
padi? Terus rakyat Indonesia mau makan apa? harus import dari negara lain? Malu
lah, Indonesia kan negara Agraris !!!
Singkat cerita saja. sebenarnya
kalau dijabarkan terlalu panjang dan akan menghabiskan berlembar-lembar
halaman. Hahaha....
Sampai saat ini, saya masih
berpedoman dari satu konsep yaitu pada Surat Al-A’raaf ayat 58 yang artinya “dan dari tanah yang subur dihasilkan
tetanaman yang produktif dengan izin Allah, dan dari tanah yang tidak subur
tidak dihasilkan kecuali dengan payah”. So, bagus tidaknya tanaman, semua
berasal dari faktor tanah.
@HFIMR
Salam Pertanian Dahsayat
Indonesia!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar